Sabtu, 22 Mei 2010

Eps.8 Danjuga & Makaia dalam: "Suatu Malam di Pub"

Malam itu, Danjuga sedang mencoba mengakali pintu kulkasnya yang makin ‘enggan’ ditutup, saat sebuah pesan masuk ke handphonenya.

Dari Makaia, mengajak minum bir bersama, segera. Danjuga langsung meneleponnya balik.

“Lu beli aja bir, terus bawa ke mari..”, katanya. “Gua lagi ribet nih ngakalin pintu kulkas, udah kagak mau ditutup nih!”.

“Ay nggak bisa minum di situ..”, ujar Makaia.
“Terus lu mau minum di mana?”, tanya Danjuga. Menempelkan handphone ke telinga dengan bahunya.

“Ay lagi mengarah ke pub nih, ayo dong temenin!”.
“Buset dah! Ke pubu? Mahal tauk! Nggak ada duit gua Mak! Gegayaan banget lu minum di pub!”.

“Bawel you! Ay bayarin sini! Mau apa nggak?”.
Danjuga diam lalu berkata, “Ada sesuatu yang serius kedengarannya?”.

Tapi Makaia tak menjawab, hubungan pun terputus begitu saja.
Danjuga menyelesaikan pekerjaannya dengan wajah Makaia terbayang di pikiran, ia lalu berganti pakaian lalu pergi menyusul Makaia dengan skuternya.
Ada apa gerangan dengan temannya itu?

Danjuga sampai di pub, udara sejuk AC di dalam menerpa wajahnya lembut, musik slow rock terdengar mengalun, hampir tenggelam oleh riuh suara TV yang menyiarkan pertandingan sepak bola liga Inggris live.
Beberepa bule berpakaian rapi duduk-duduk berbincang di meja kayu, sekawanan perempuan berbaju kantor nampak asyik bersenda gurau dengan masing-masing Blackberry di tangan kanan & rokok putih di kiri.

Pandangan Danjuga menyusuri bar yang kala itu agak sepi, ia pun dapat menemukan Temannya seketika, duduk sendirian sambil sesekali menyeruput bir dari gelasnya.

“Washeppen dear friend?”, tanya Danjuga seraya duduk di kursi samping Makaia.
“Wuih, dateng juga you?”, ucap Makaia, berusaha nampak terkejut.
“Seorang teman tumben ingin menraktirku minum di pub.. ada yang terlihaat aneh saat; ‘sebelum kawan minumnya datang pun dia sudah menghabiskan satu pitcher sendirian..”.

Danjuga menunjuk pitcher bir yang hampir tandas di dekat siku Makaia.

“Abis lama you..”, kilah Makaia. “Lagian kenapa kalo orang minum sendirian? Liat tuh bule, asik-asik aja minum sendirian..”.

Seorang bapak-bapak berambut jagung agak salah tingkah ketika Makaia menunjukknya.

“Apanya yang asik?”, tanya Danjuga. “Dua gelas bir-secangkir kopi item.. mau ke mana itu si oom?”. Danjuga tertawa kecil. “Satu orang.. minum sendirian di bar.. nggak tau sih ya, tapi buat gua mah itu sedih banget keliatannya..”.

“Tadinya malah gua mau minum sendirian di Circle K.. ngemper..”, kata Makaia.
“Oh please.. jangan lakukan itu..”.

Keduanya tertawa kecil.

“So?”. Danjuga menyalakan rokoknya dan menagih.
“Ya.. jadi..”.
“Lho kok curhat? Mana bir gua?”.
“Ngentot..”, gumam Makaia sebal. Ia lalu meminta satu pitcher bir lagi pada bartender.
“Nah, sekarang baru deh cerita..”, ujar Danjuga. “Kenapa nih? Masalah internal band? Atau perempuan? Family matter kah?”.

Makaia menghembus nafas agak menghentak kemudian berkata, “Kadang.. dalam tidur, pikiran kita sendiri tega nyakitin perasaan..”.

Danjuga mencoba mengira-ngira maksud Makaia sambil menyeruput bir, segar sekali, renyah..

“Mungkin karena tempo lalu kita sempet ngomongin Bilasaja..”, lanjut Makaia.
“Ooh.. ternyata dia lagi..”, imbuh Danjuga sambil tersenyum. “Kenapa dia?”.

Makaia memijit-mijit pangkal hidungnya.

“You know.. katanya orang yang suka membicarakan mimpinya adalah orang yang membosankan, yang kehidupan nyatanya nggak cukup menarik untuk diceritakan..”.

“Sudahlah Makaia.. muntahkan saja seberapapun sakitnya dadamu kawan!”.

Makaia menarik nafas & menhembusnya cepat.

“Adegan Bilasaja bercinta dengan pacarnya, man, what the fuck! Even the blowjob scene. Came out of nowehere as clear as empty glass!”.

Danjuga terpana mendengar tiap kata Makaia.

“Pertanyaan sebenernya..”, tambah Makaia. “Kenapa hati ay masih segitu perihnya?”.
“Lu tau jawabannya Mak..”.

Tanpa berkata apapun Makaia mengiyakan.

“Just like us in our past..”, ujarnya lagi. “She & her boyfriend must have been..”.
“Cukup man..”, cegah Danjuga sambil menepuk punggung Makaia.

Mereka berdua terdiam, mencoba menikmati bir yang kini terasa lebih masam lagi di lidah.

“Have you done it with Yangpula?”, tanya Makaia tiba-tiba.

Danjuga tersenyum.

“Beberapa scene yang mungkin bisa mengarahkan kami ke ‘sana’, dalam keheningan yang teduh.. tapi.. belum..”.

Makaia bicara dengan mulut menempel di bibir gelas. “Beberapa dari kita bisa jaga diri, beberapa dari kita yakin sudah siap.. tapi ternyata.. harga yang harus dibayar untuk kesenangan seperti itu begitu mahal.. Pantes Tuhan mengharamkan itu..”. Makaia tertawa kecil di ujung kalimatnya.

“Harga have sex beda sama make love kan?”, tanya Danjuga. “Yang kedua lebih mahal.. seperti heroin, lebih ‘murni’ pasti lebih tinggi harganya..”.

“Dari semua kenangan ay sama Bilasaja.. kalau ay bisa menghapus itu dari waktu.. adalah saat kita melakukannya.. I mean.. itu sesuatu yang indah, detik-detik menyenangkan.. tapi.. kita harus betul-betul siap.. bahkan saat ay pikir sudah merasa siap, teranyata satu hal lagi tertinggal dari pertimbangan dulu..”.

Danjuga membiarkan kata-kata keluar dari mulut Makaia seperti air terjun tiada habisnya.

“Masalah dosa.. masalah resiko penyakit.. masalah resiko kalo-kalo Bilasaja hamil.. kata-kata apa yang bakal ay bilang seaindainya kita berdua kegep di tengah-tengah.. semua udah dicheck-list!”.

Makaia mengambil nafas sebelum melanjutkan.

“Satu yang ketinggalan..”, ucapnya pelan.
“Ketika semua itu berakhir.. apa kita bisa membayangkan, membiarkan dia melakukan itu dengan orang lain?”.

Setitik air mata jatuh bebas ke ke meja kayu bar, disusul yang lain bertubi.

“Let it out man..”, kata Danjuga seraya menusap punggung kawannya. Makaia menaruh wajahnya di wadah lengannya yang bertumpuk, terisak tertahan.

Danjuga tidak pernah mengatakannya pada Makaia, ia belum melakukan hubungan sexual dengan Yangpula meski sebenranya ia ingin sekali, walau banyak sekali kesempatan, alasannya adalah ini.. pengalaman kawannya yang hancur seperti ini.
Beberapa lelaki merasa tak merugi, mereka berpikir, yang penting sudah merasakan enaknya.. Beberapa lelaki tidak merasakan perubahan berarti, tentu saja, sebelum dan sesudah, bentuk penisnya akan tetap sama.

Makaia adalah satu dari yang lainnya.. Makaia seperti gadis-gadis dalam film yang merana karena ditinggalkan ‘orang pertama’.
Lelaki dengan penisnya.. kadang merasa tak terkalahkan.. jalan pikiran penis memang sangat sederhana, ia adalah senjata purba warisan nenek moyang kita..
Kenapa manusia memerlukan tata cara & prosesi rumit untuk melaksanakan ‘penyatuan betina-jantan’?
Sejak nenek moyang kita memakan ‘Buah Khuldi’ dulu, sex jadi tidak sesederhana semestinya..

Kau siap? Pastikan saja..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar